Seru-seruan jelajahi Malang dengan berjalan kaki
Buat yang pernah ikut walking tour rute Idjen Boulevard pasti nggak asing lagi sama Gereja satu ini. Terletak di Kawasan yang legendaris dengan tanaman palem raja, gereja yang dibangun di tahun 1934 ini merupakan salah satu ikon dari Ijen Boulevard.
Gereja Katedral Ijen atau Gereja
SPMDGK (Santa Perawan Maria dari Gunung Karmel) adalah satu dari 3 Gereja
Katolik di Kota Malang yang dibangun pada jaman pra kemerdekaan Republik
Indonesia. Tiga gereja Katolik tersebut adalah Gereja Hati Kudus Yesus
Kayutangan, Gereja Corjesu Celaket, dan Gereja Santa Theresia Ijen.
Sesuai dengan perkembangan
sejarahnya, bahwa kedatangan dan penyebaran Gereja Katolik ke Indonesia sampai juga
ke Malang. Ajaran Katolik dibawa dan disebarkan oleh orang-orang Belanda dan
misionaris yang berasal dari Eropa, maka desainnya banyak dipengaruhi oleh
pemikiran Eropa.
Theresia Kerk (Gereja Santa
Theresia) adalah nama yang diberikan saat gereja di depan taman Buring
(Boeringplein) ini diresmikan tahun 1934. Gereja Katedral Ijen dirancang oleh
R. Rijksen (1854-1928) dan Herni Louis Joseph Marie Estourgie (1885-1964), dua
arsitek Belanda yang pernah bekerjasama pada Biro Arsitek Eduard Cuypers.
Biro Arsitek Eduard Cuypers ini
dikenal sebagai tempat berkembangnya bakat-bakat muda arsitek Belanda yang
kemudian dikenal dengan aliran atau gaya Amsterdam School.
Akhir abad 19 hingga awal abad 20,
dunia mengalami era industri yang pada gilirannya memberi pengaruh pada gaya
atau aliran arsitektur di Eropa pada tahun 1900-an. Rijksen dan Estourgie yang
di Belanda telah banyak merancang bangunan bergaya Amsterdam School dan Art
Deco, membawa inspirasi ini pada rancangan Theresia Kerk. Ketika mendesain
gereja ini, mereka berdua masih mempertahankan citra bangunan gereja di Eropa
yaitu arsitektur Romanesque dan arsitektur Gothic.
Dalam rancangan gereja masih
menggunakan denah bangunan simetri berdasar hierarki salib dan aksis horizontal
yang diakhiri dengan lengkungan sebagai altar atau area persembahan yang
merupakan bentuk klasik Romanesque dan Gothic.
Busur lengkung pada jendela samping maupun depan, dinding tebal (+30 cm) pada gereja ini menunjukkan bahwa system konstruksi yang digunakan adalah system dinding pemikul Neo-Romanesque dan system rangka baja yang dibungkus beton adalah perwujudan gaya Neo-Gothic yang selalu menggunakan system kontruksi dinding pemikul.
Gaya Neo-Klasik sebaagai semangat pembaruan
gaya Romanesque tampak dengan hadirnya pilar-pilar atau kolom berjajar. Rusuk
atau ribed bangunan dibuat lebih sederhana sebagai bentuk struktur atap.
Ciri Gothic yang dipergunakan tampak pada fasad
gereja yaitu adanya 3 pintu masuk, 2 menara tinggi, simetri di kiri kanan, dan
jendela mawar (rose window) dengan kaca patri. Jendela Mawar dibuat ornament
lebih sederhana, lingkaran yang dibagi
menjadi 12 segmen kecil seperti jumah rasul dan 1 yang besar sebagai pusatnya.
Sebagaimana Yesus adalah pusat kehidupan umat. Hal ini menunjukkan aliran
Neo-Gothic.
Gereja Katedral SPMDGK yang
dibangun selama 8 bulanpada tahun 1934 memiliki bukaan dengan dimensi yang
kecil pada dindingnya dan menghasilkan derajat ketertutupan tinggi yang
berimplikasi pada terciptanya suasana sacral pada ruang dalamnya. Penggunaan
stained glass tampak mendramatisasikan cahaya matahari yang masuk ke dalam
ruangan.
Pada eksterior bangunan masih banyak menggunakan elemen Eropa seperti gable, moulding, dormer, Menara dan lain-lain. Bentuk lubang ventilasi dan penebalan-penebalan dinding terutama pada bagian bawah jendela semakin mempertegas pengaruh arsitektur Art Deco.
Selain fungsinya sebagai lubang
ventilasi, bentuk geometrik dari lubang-lubang tersebut menunjukkan pengaruh
Art Deco yang sangat kuat. Apalagi ditunjang dengan susunan berulangyang
membentuk garis horizontal dan vertical.
Gaya arsitektur internasional
(International Style) diera 1916-1940an yang menganut paham fungsionalisme,
modernisme dan konteks local diterapkan Rijksen dan Estourgie dengan
memperhatikan iklim setempat. Terlihat dari pembentukan atapnya yang curam
karenacurah hujan tinggi dan bahan setempat (sirap, lempengan kayu tipis yang
banyak terdapat di daerah tropis).
Ditulis ulang dari artikel di
Majalah Berkat Gereja Santa Perawan Maria dari Gunung Karmel edisi Oktober 2015
Jln. Cokroaminoto II/74, Malang, Jawa Timur
Email: jelajahmalangaja@gmail.com
WhatsApp/Telpon: 0823 3528 8384
Tidak ada komentar: