Jelajah Malang

Seru-seruan jelajahi Malang dengan berjalan kaki

27 Tahun Daendels Boulevard

Oleh: Putriyana Asmarani

wisma tumapel malang
Splendid Inn, sekarang Wisma Tumapel

Kekasihku telah mati, ia dihabisi bangsanya sendiri. 1947, kupandangi hangus tubuhnya, roboh dari tiang gantungan. Tergeletak ia seperti bongkahan arang, di atas jasadnya abu menjadi pengganti kelopak bunga. Tidak ada kutilang apalagi burung gereja, mungkin sama sepertiku, mereka mengungsi di Tumpang karena kota tempat mereka bersarang penuh dengan lolongan tangisan panjang dan api yang membakar. Rekan pejuang mengatakan, “Tenangkan hatimu Soeparman, lagi pula kau tidak bisa pastikan itu jasad Miriam atau bukan.” Tak goyah hatiku membantah:

“Bahkan kalau Miriam jadi butiran tanah sekalipun, aku tetap bisa mengenalinya.”

Di atas tanah kering kerontang, tubuhnya menghitam. Aku menulis surat-surat panjang seakan sedang berbincang dengan ia yang telah menyatu dengan alam.

***

villa bella vista malang
Villa Bella Vista

Kepada kekasihku, Mevrow Miriam

Di:

Kelurahan Tumenggungan, (1920)

Splendid Inn dan Bella-Vista

Tempat Peristirahatan Petinggi Belanda dan Priyayi Pribumi.

 

Perpisahan,

Mevrow, saya takkan lupa kali pertama Mevrow menangis dihadapan Tuan karena perkara mencintai saya. “Miriam! Ingat, dia adalah kentut sapi sedangkan kau setangkai mawar!” Setelah itu Tuan mengusirku dari rumah, tempat keluargaku mengabdi turun-menurun selama tiga generasi lamanya. Tuan berkata satu-satunya pribumi yang boleh mencintaimu harus sama kaya, kalau perlu punya rumah macam Bella-Vista. Sedangkan menjadi aku, menjadi Soeparman, hanya bisa menantapmu termanggu di sudut jendela Splendid Inn. Dari kejauhan, jarak semakin jelas terlihat, karena di hadapan kita terbentang Sungai Brantas.

 

Di belakang penginapan kaki kita mencapai tepian Sungai Brantas, kupanggil namamu, kau sebut namaku tiga kali. “Soeparman, Soeparman, Soeparman, sampai matipun hanya kau yang kusayang.” Mevrouw...Mevrow Miriam, Orang Belanda bilang selama orang sepertiku tak mampu menyewa kamar di Splendid Inn atau membangun rumah macam Bella-Vista, selamanya kami takkan dianggap setara.

 

Dari kekasihmu Soeparman,

Di:

Tempat jasadmu berada

***

sma tugu malang
Ruang di SMAN 1, Sempat menjadi Markas Kompetei Jepang di tahun 1942

Kepada kekasihku, Mevrow Miriam

Di:

Markas Kompetei Jepang, (1942)

depan lapangan

Jan Pieterzoon Coen

 

alun-alun tugu
Alun-alun Tugu, dulu bernama JP Coen

Persembunyian,

Tiga tahun Tuan kembali ke Belanda, Mevrow menetap dan merana. Jepang merambak di Kota. Sekolah HBS dan AMS Mevrouw diubah mereka menjadi Markas Kompetei. Mengincar mereka kepala Mevrouw untuk dihabisi di ruang pembantaian.

 

Mevrouw tak lupa kejadian itu, saat saya bilang pada emak kita mesti selamatkan Mevrouw. Emak berkata, “Cukup besarkah hati kita untuk menampung orang yang dulunya mengusir kita?” Siapa sangka Mevrouw bahwa justru di hadapan pintu kematian kita malah dipertemukan dengan cinta. Di rumah saya, berdinding anyaman bambu, yang bahkan tak lebih baik dari kandang kerbau Mevrouw, justru bisa memberikan rasa aman.

 

Selama masa persembunyian ini, Tuan memutuskan tak kembali ke Hindia Belanda. Dengan kabar itu ia layangkan sepucuk surat pada Mevrouw. Dalam surat itu, bahkan Tuan sendiri meragukan Mevrouw masih hidup. Jadi Tuan sudah bikin surat keterangan mati untuk Mevrouw.

 

Dari kekasihmu Soeparman,

Di:

Tepat di sampingmu saat kau jadi abu

***

 

Kepada kekasihku, Mevrow Miriam

Di:

Soerabaja, (1946)

Agresi Militer Belanda 1

Noda Linggarjati

 

Pelarian,

Tak menyangka Mevrouw membalas surat Tuan, “Papa, aku masih hidup. Keluarga Soeparman membantuku bersembunyi. Puji Tuhan aku tak disembelih Jepang.” Lalu kemudian datang surat balasan dari Amsterdam:

 

“Miriam, pada bangsa sendiri kau mesti gantungkan nasibmu. Kamu harus minggat sekarang juga dari rumah Soeparman. Aku bakal pulang menjemputmu di Malang. Jepang bakal pergi, kami semua akan mendapatkan milik kami kembali, dengan  dan tanpa kekerasan.”

 

Mevrouw bahkan tak kabur setelah dapat surat itu. Ini adalah tangisan kedua Mevrouw dan lebih panjang dari sebelumnya. Saya berkata, “Mevrouw, Belanda menyerang Soerabaja, Belanda pulang. Tapi ini bukan tanah air mereka.”

 

Tersedu Mevrouw bicara sambil mengemasi barang, “Papa bilang akan ke Malang, kita akan diserang. Sekarang jangan pikirkan yang lain-lain, mari kita lari menyelamatkan diri sejauh-jauhnya.”

 

Dari kekasihmu Soeparman,

Di:

Hadapanmu

***

malang bumi hangus
Source : tugumalang.id

Kepada kekasihku, Mevrow Miriam

Saat:

Malang Bumi Hangus

Agresi Militer Belanda 1

 

Penculikan,

Mevrouw, kekasihku. Tak kurang pribumi yang mau jadi mata-mata Belanda, menghianati bangsa sendiri demi recehan gulden. Dan mereka yang dibayar receh ini melaporkan bahwa Mevrouw Miriam telah membocorkan penyerangan Belanda. Sekalian bangsat itu melaporkan, “sekarang mereka berbondong-bondong menuju Malang Selatan.

 

Malam saat pelarian, entah kapan...Mevrouw tiba-tiba hilang diculik bangsa sendiri. Malam selanjutnya orang melapor, “Soeparman! Mevrouw Miriam dibunuh! Jasadnya digantung di tiang lampu jalan, buat menakut-nakuti kita para gerilyawan!”

 

Tiga jam pingsan, saya sudah siap dikuburkan. Tapi saya bangun untuk mengirim surat untuk Mevrouw Miriam. Barangkali saya tak kunjung mati untuk menyusul pujaan hati. Barangkali arwah Mevrouw masih di sini. Akan kulempar surat-surat ini pada mulut api. Kubakar habis segala tempat yang Tuan kira miliknya. Di dunia ini, mana ada bapak yang justru menyuruh bangsanya untuk bunuh anak sendiri?

 

Dari kekasihmu Soeparman,

Sedang:

Memunguti jasadmu di antara reruntuhan

 

***

            Mevrow Miriam, sepenggal kisah cinta kita ini membuatmu makar pada bangsa sendiri, tapi meskipun begitu kau adalah pahlawan bagi bangsaku, dan tidak ada sebutan makar bagi mereka yang membela bangsa lain karena penjajahan. Seperti abu yang kini telah jadi kamu, surat-surat ini pun juga akan kubakar hangus. Semoga asapnya sampai hingga alam baka sana, terbaca olehmu yang mungkin tengah merana. 

Tentang Tulisan:

Tulisan ini adalah fiksi, kumpulan surat oleh tokoh bernama Soeparman pada kekasihnya Miriam di tengah perlawanan masyarakat Kota Malang dalam Agresi Militer Belanda 1. Kisah ini terinspirasi dari rangkaian perjalanan yang diadakan oleh Jelajah Malang pada tanggal 9 September 2023. Kegiatan tersebut adalah rangkaian kunjungan ke peninggalan di Stasiun Kota Malang, Bella-Vista, Wisma Tumapel, Balai Kota, dan yang terakhir Machito. Kegiatan ini dipandu oleh Mbak Dini.

Tentang Penulis:

Putriyana Asmarani adalah penulis konten kreatif di salah satu perusahaan pemasaran digital di Malang. Salah satu risetnya Identitas Politik Raja-raja Melayu mendapatkan beasiswa riset di National University of Singapore. Cerpen dan resensi bukunya pernah terbit di The Jakarta Post, Indian Periodical, SuaraNet.id dan Djavatimes.


Tidak ada komentar:

Our Teams

Follow Us

Our Review